Askep Benigna Prostat Hipertropi

BAB II
KONSEP DASAR

A.   PENGERTIAN
Benigna prostat hipertropi adalah hiperplasia kelenjar peri urethral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita, Wardhani & Setiowulan, 2000, hal 329).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun (Smeltzer, 2001, hal 671).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse & Geissler, 2000, hal 671).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Poernomo, 2000, hal 74).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak, 2000, hal 284).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.
  
B.   ETIOLOGI
Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Mansjoer, 2000, hal 329).
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
1.    Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2.    Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3.    Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4.    Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan (Poernomo, 2000, hal 74-75).

C.   PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi reduksi testosteron menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000 hal 74).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urine (Mansjoer, 2000, hal 329; Poernomo, 2000 hal 76).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo, 2000, hal 76).

E.    MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1.    Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms (LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif.
Gejala iritatif yaitu sering miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyang-anyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overflow.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
2.    Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan neuropati perifer.
3.    Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000, hal 77 – 78; Mansjoer, 2000, hal 330).

Menurut Long (1996, hal. 339-340), pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
1.    Hemorogi
a.    Hematuri
b.    Peningkatan nadi
c.    Tekanan darah menurun
d.    Gelisah
e.    Kulit lembab
f.     Temperatur dingin
2.    Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
3.    Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
a.    bingung
b.    agitasi
c.    kulit lembab
d.    anoreksia
e.    mual
f.     muntah
4.    warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih tua.

F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik.
Pemeriksaan prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan.
2.    Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter.
3.    Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
a.    Uroflowmetri
Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi detrusor, tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
b.    Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba (Mansjoer, 2000, hal 332).

G.   PENATALAKSANAAN
Menurut Mansjoer (2000, hal 333):
1.    Observasi (Watchfull Waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan, nasehat yang diberikan yaitu mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nocturia, menghindari obat-obatan dekongestan, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol.
2.    Terapi medikamentosa
a.    Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin.
b.    Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh: firasterid (proscar).
c.    Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesia antara lain: eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, sawpalmetto, serenoa repelus.
3.    Terapi bedah
a.    TURP
b.    TUIP
c.    Prostatektomi terbuka
4.    Terapi invasif minimal
a.    TUMT (Trans Urethral Micro web Thermotherapy)
b.    Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c.    High Intensity Focus Ultrasound
d.    Ablasi jarum trans uretra
e.    Stent Prostat
H.   FOKUS KEPERAWATAN
1.    Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian ini penulis menggunakan teori konseptual menurut GORDON dengan 11 pola kesehatan fungsional sesuai dengan post operasi benigna prostat hipertrophy.
a.    Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan
Menggambarkan pola pikir kesehatan pasien, keadaan sehat dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan. Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan pasien untuk menjaga kesehatannya.
b.    Pola Nutrisi – Metabolik
Mengambarkan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang disukai maupun penggunaan vitamin tambahan. Keadaan kulit, rambut, kuku, membran mukosa, gigi, suhu, BB, TB, juga kemampuan penyembuhan.
c.    Pola Eliminasi
Yang menggambarkan:
1)    pola defekasi (warna, kuantitas, dll)
2)    penggunaan alat-alat bantu
3)    penggunaan obat-obatan.
d.    Pola Aktivitas
1)    pola aktivitas, latihan dan rekreasi
2)    pembatasan gerak
3)    alat bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
e.    Pola Istirahat – Tidur
Yang menggambarkan:
1)    Pola tidur dan istirahat
2)    Persepsi, kualitas, kuantitas
3)    Penggunaan obat-obatan.
f.     Pola Kognitif – Perseptual
1)    Penghilatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan
2)    Kemampuan bahasa
3)    Kemampuan membuat keputusan
4)    Ingatan
5)    Ketidaknyamanan dan kenyamanan
g.    Pola persepsi dan konsep diri
Yang menggambarkan:
1)    Body image
2)    Identitas diri
3)    Harga diri
4)    Peran diri
5)    Ideal diri.         
h.    Pola peran – hubungan sosial
Yang menggambarkan:
1)    Pola hubungan keluarga dan masyarakat
2)    Masalah keluarga dan masyarakat
3)    Peran tanggung jawab.
i.      Pola koping toleransi stress
Yang menggambarkan:
1)    Penyebab stress
2)    Kemampuan mengendalikan stress
3)    Pengetahuan tentang toleransi stress
4)    Tingkat toleransi stress
5)    Strategi menghadapi stress.
j.      Pola seksual dan reproduksi
Yang menggambarkan:
1)    Masalah seksual
2)    Pendidikan seksual.
k.    Pola nilai dan kepercayaan
Yang menggambarkan:
1)    Perkembangan moral, perilaku dan keyakinan
2)    Realisasi dalam kesehariannya.
2.    Fokus Intervensi
a.    Perubahan eliminasi urine; retensi berhubungan dengan obstruksi mekanikal; bekuan darah, trauma, prosedur bedah tekanan dan iritasi kateter (Doengoes, 2000, hal 679)
Kriteria hasil: Berkemih dengan jumlah normal tanpa retensi.
Rencana intervensi:
1)    Kaji haluaran urine dan sistem drainase, khususnya selama irigasi kandung kemih
Rasional  : Retensi bisa terjadi karena oedema area bedah, bekuan darah dan spasme kandung kemih.
2)    Bantu pasien memilih posisi normal untuk berkemih
Rasional  : Mendorong pasase urine dan meningkatkan rasa normalitas.
3)    Perhatikan waktu, jumlah berkemih dan ukuran aliran setelah kateter dilepas
Rasional  : Kateter biasanya dilepas 5 hari setelah bedah, tetapi berkemih dapat berlanjut menjadi masalah untuk beberapa waktu karena oedema urethral dan kehilangan tonus.
4)    Dorong masukan cairan 3.000 ml sesuai toleransi, batasi cairan pada malam hari, setelah kateter dilepas
Rasional  : Mengurangi resiko bekuan akibat adanya perdarahan sekunder, pemasangan kateter, mengevakuasi residu urine akibat sumbatan bekuan darah.
5)    Kolaborasi: pertahankan irigasi kandung kemih kontinyu sesuai indikasi pada periode paska operasi dini
Rasional  : Mencuci kandung kemih dari bekuan darah untuk mempertahankan patensi dan aliran kateter.
b.    Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan area bedah; kesulitan mengontrol perdarahan, pembatasan pemasukan (Doengoes, 2000, hal 680)
Kriteria hasil: mempertahankan hidrasi adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil, menunjukkan tidak ada perdarahan aktif.
Rencana intervensi:
1)    Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan
Rasional  : Gerakan atau penarikan kateter dapat mengakibatkan perdarahan atau pembentukan bekuan dan pembenaman kateter pada distensi kandung kemih.
2)    Awasi pemasukan dan pengeluaran
Rasional  : Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.
3)    Observasi drainase kateter, perhatikan perdarahan berlebihan atau berlanjut
Rasional  : Perdarahan tidak umum terjadi selama 24 jam pertama tapi perlu pendekatan perineal. Perdarahan kontinyu atau berat memerlukan intervensi.
4)    Evaluasi warna dan konsistensi urine
Rasional  : Biasanya mengindikasikan perdarahan arterial dan memerlukan terapi cepat.
5)    Inspeksi balutan atau luka drain
Rasional  : Perdarahan dapat dibuktikan dengan atau disingkirkan dalam jaringan perineum.
6)    Awasi tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan, penurunan tekanan darah, diaporesis, membran mukosa kering dan pucat
Rasional  : Dehidrasi dan hipovolemik memerlukan intervensi cepat untuk mencegah terjadinya syok.
7)    Dorong pemasukan cairan 3.000 ml/hari kecuali kontra indikasi
Rasional  : Membilas ginjal atau kandung kemih dari bakteri dan debris tetapi dapat mengakibatkan intoksikasi cairan bila tidak diawasi dengan ketat.
8)    Kolaborasi: pertahankan traksi kateter menetap dan kendorkan dalam 4 – 5 jam, catat periode pemasangan dan pengendoran traksi
Rasional  : Traksi berisi balon 30 cc, diposisikan pada fosa urethral prostat akan membuat tekanan pada aliran darah pada kapsul prostat membantu mencegah atau mengontrol perdarahan.


9)    Berikan pelunak feses, laxatif sesuai indikasi
Rasional  : Pencegahan konstipasi dan mengejan dan defekasi menurunkan resiko perdarahan rectal perineal.
c.    Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedah (Doengoes, 2000, hal 682)
Kriteria hasil: mencapai waktu penyembuhan ditandai dengan tidak mengalami infeksi.
Rencana tindakan:
1)    Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter reguler
Rasional  : Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.
2)    Awasi tanda vital, perhatikan demam ringan, menggigil, nadi dan pernapasan cepat, gelisah
Rasional  : Pasien yang mengalami TUR Prostat beresiko untuk syok bedah sehubungan dengan manipulasi atau instrumentasi.
3)    Ganti balutan dengan sering (insisi suprapubik/retropubik dan perineal)
Rasional  : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
4)    Observasi drainase dari luka, sekitar kateter suprapubik
Rasional  : Adanya drain, insisi suprapubik meningkatkan resiko untuk infeksi, yang diindikasikan dengan eritema, drainase purulen.
5)    Kolaborasi: pemberian antibiotik sesuai indikasi
Rasional  : Mungkin diberikan secara profilaksis sehubungan dengan peningkatan resiko pada prostatektomi
d.    Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa kandung kemih; refleks spasme otot sehubungan dengan prosedur bedah dan atau tekanan dari balon kandung kemih (traksi) (Doengoes, 2000, hal 683)
Kriteria hasil: menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol ditandai dengan menunjukkan relaksasi, pasien tampak rileks atau istirahat dengan tepat.
Rencana intervensi:
1)    Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 – 10)
Rasional  : Nyeri tajam dan intermiten menunjukkan adanya spasme kandung kemih.
2)    Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase dan pertahankan selang bebas dari bekuan dan lekukan
Rasional  : Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem menurunkan resiko distensi dan spasme kandung kemih.
3)    Berikan tindakan kenyamanan dan aktivitas terapeutik, dorong penggunaan teknik relaksasi
Rasional  : Menurunkan tegangan otot, memfokuskan lagi perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
4)    Kolaborasi pemberian analgetik/antispasmodik
Rasional  : Mengurangi, dan merilekskan otot yang mengalami spasme.
e.    Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, dan pembatasan diit (Capernito, 2000, hal 485)
Kriteria hasil: menunjukkan masukan nutrisi dengan nilai gizi yang mencukupi serat, protein, vitamin dan mineral.
Rencana intervensi:
1)    Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian yang optimal
Rasional  : Dengan dukungan kebutuhan nutrisi yang adekuat membantu proses penyembuhan luka.
2)    Pantau status hipermetabolisme
Rasional  : Adanya riwayat penyakit diabetes akan menjadi penyulit untuk proses penyembuhan luka.
3)    Evaluasi kemungkinan penyebab mual
Rasional  : Adanya mual akan menghambat masukan nutrisi yang adekuat.
4)    Pertahankan kebersihan gigi dan mulut, berikan perawatan mulut yang mendukung
Rasional  : Kebersihan gigi dan mulut membantu memelihara dan dapat meningkatkan nafsu makan yang baik.
5)    Berikan alternatif makanan sesuai kondisi pasien
Rasional  : Variasi jenis makanan dan sajian menghindari kejenuhan yang mengakibatkan ketidakcukupan masukan peroral.
6)    Anjurkan untuk menghindari berbaring datar selama sedikitnya 1 – 2 jam setelah makan
Rasional  : Gravitasi membantu penurunan isi usus sehingga menghindarkan perasaan penuh dan mual.
7)    Berikan anti emetik sebelum makan bila diindikasikan
Rasional  : Pemberian anti emetik mencegah terjadinya mual akibat efek anastesi dan penyebab lainnya.
f.     Resiko tinggi terhadap konstipasi kolonik berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap anastesi, imobilisasi dan obat nyeri (Carpenito, 2000, hal 485)
Kriteria hasil:
Eliminasi efektif pasca operasi
Rencana intervensi:
1)    Kaji bising usus
Rasional  : Peristaltik yang tidak normal meningkatkan resiko konstipasi.
2)    Anjurkan mobilisasi sesuai kondisi
Rasional  : Mobilisasi meningkatkan kembalinya fungsi normal usus.
3)    Tingkatkan faktor yang mempengaruhi eliminasi dengan diit seimbang, masukan cairan adekuat, posisi yang tepat.
Rasional  : Diit yang seimbang mencegah terjadinya kekurangan pengisian usus akibat kurang residu.
4)    Kolaborasi dokter bila dalam tiga hari paska operasi tidak terjadi eliminasi dengan pemberian laxatif
Rasional  : Bila lebih dari 3 hari tidak defekasi, dapat meningkatkan terjadinya resiko perdarahan akibat peningkatan tekanan intra abdomen.
g.    Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual berhubungan dengan situasi krisis, inkontinensia, kebocoran urine setelah pengangkatan kateter, keterlibatan area genital (Doengoes, 2000, hal 683)
Kriteria hasil: menyatakan pemahaman situasi individu.
Rencana intervensi:
1)    Berikan keterbukaan untuk membicarakan masalah inkontinensia dan fungsi seksual
Rasional  : Dapat mengalami ansietas tentang efek bedah dan dapat menyembunyikan pertanyaan yang diperlukan. Ansietas dapat mempengaruhi kemampuan untuk menerima informasi yang diberikan sebelumnya.
2)    Berikan informasi akurat tentang harapan kembalinya fungsi seksual
Rasional  : Impotensi fisiologis dapat terjadi selama prosedur radikal.
3)    Diskusikan dasar anatomi, jujur dalam menjawab pertanyaan pasien
Rasional  : Syaraf fleksus mengontrol aliran darah ke prostat melalui kapsul. Pada prosedur yang tidak melibatkan kapsul prostat impotent dan sterilitas biasanya tidak menjadi konsekuensi. Prosedur bedah mungkin tidak memberikan pengobatan permanen dan hipertropi dapat berulang.
4)    Kolaborasi: rujuk ke penasehat seksual sesuai indikasi
Rasional  : Masalah menetap atau tidak teratasi memerlukan intervensi profesional.
h.    Kurang perawatan diri; mandi/hygiene berhubungan dengan keterbatasan gerak sekunder terhadap imobilisasi (Carpenito, 2000, hal 324)
Kriteria hasil: mendemonstrasikan kebersihan diri yang optimal
Rencana intervensi:
1)    Kaji faktor penyebab dan penyulit
Rasional  : Mencari penyebab kurang perawatan diri menentukan jenis bantuan yang diberikan pada pasien
2)    Tingkatkan partisipasi optimal
Rasional  : Keterlibatan pasien dalam merawat dirinya sendiri meningkatkan rasa percaya diri dan semangat hidup dan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
3)    Bantu dalam perawatan diri sesuai indikasi
Rasional  : Bantuan yang diberikan akan mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri.
4)    Berikan reinforcement positif atas kemampuan yang dicapai selama aktivitas
Rasional  : Memberikan rasa percaya diri dan memberikan harga diri
5)    Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas
Rasional  : Partisipasi yang maksimal dapat dievaluasi sehingga bantuan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan
i.      Kurang pengetahuan; kebutuhan belajar tentang kondisi/situasi prognosis, kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif (Doengoes, 2000, hal 684)
Kriteria hasil:
1)    Menyatakan pemahaman prosedur bedah
2)    Berpartisipasi dalam program pengobatan
Rencana intervensi:
1)    Kaji implikasi prosedur dan harapan masa depan
Rasional  : Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi.
2)    Tekankan perlunya nutrisi yang baik, dorong konsumsi buah-buahan, meningkatkan diit tinggi serat
Rasional  : Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi serta menurunkan resiko perdarahan pasca operasi
3)    Diskusikan pembatasan aktivitas
Rasional  : Peningkatan tekanan abdominal yang menempatkan stress pada kandung kemih dan prostat menimbulkan resiko perdarahan
4)    Berikan gambaran atau penjelasan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
Rasional  : Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai SAP yang berdasarkan pada kebutuhan informasi dari pasien.
5)    Instruksikan perawatan lanjut atau kontrol

Rasional  : Tindak lanjut untuk perawatan luka, pengangkatan jahitan dilakukan tenaga terlatih, dan kebutuhan pengobatan dapat disesuaikan dengan kondisi lukanya.

SUMBER: BERBAGAI SUMBER

TUGAS ASKEP JIWA


1.      ABREACTION
Ventilasi perasaan yang terjadi saat pasien secara verbal menceritakan kembali tentang hal yang membangkitkan emosi.
Contohnya : “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Anda sejak kehilangan pekerjaan”
2.      KLARIFIKASI
Ketika perawat meminta pasien untuk mengekspresikan dengan lebih jelas tentang hubungan antara peristiwa tertentu dalam kehidupannya.
Contohnya : “Saya perhatikan bahwa setelah Anda berdebat dengan suami Anda menjadi sakit dan tidak dapat turun dari tempat tidur”
3.      SARAN / SUGESTI
Proses mempengaruhi individu sehingga mereka dapat menerima ide atau keyakinan, terutama keyakinan bahwa perawat dapat membuatnya merasa lebih baik.
Contohnya : “Keyakinan orang merasa bermanfaat untuk membicarakan hal ini dan saya pikir Anda juga akan demikian”
4.      MANIPULASI
Penggunaan emosi, keinginan atau nilai pasien untuk keuntungan mereka dalam proses teraupetik.
Contohnya : “Anda sangat membaktikan diri pada perkawinan Anda dan saya pikir Anda akan dapat mengatasi masalah ini serta mempunyai hubungan yang lebih erat lagi pada akhirnya”
5.      MENGUATKAN PERILAKU
Memberikan respon yang positif terhadap perilaku adaptif.
Contohnya : “Itu pertama kalinya Anda mampu bertahan dengan atasan Anda, dan hal itu terjadi dengan baik. Saya sangat senang Anda dapat melakukannya”
6.      MENDUKUNG PERTAHANAN
Mendorong penggunaan pertahanan yang menghasilkan kepuasan adaktif dan mengurangi pertahanan yang dapat menimbulkan kepuasan mal adaktif.
Contohnya : “Bersepeda pada saat Anda sangat marah tampak membantu, sejak Anda kembali dari sepeda Anda & Istri telah berhasil membicarakan masalah Anda”
7.      MENINGKATKAN HARGA DIRI
Membantu Pasien merasa berharga
Contohnya : “Ada orang yang sangat kuat telah mampu menangani keluarga Anda selama ini. Menurut saya Andapun dapat mengatasi situasi ini”
8.      EKSPLORASI SOLUSI
Menelaah alternatif cara tindakan yang mendukung penyelesaian masalah.
Contohnya : “Anda tampak mengenal banyak orang dibidang komputer tidak dapatkah Anda menghubungi mereka untuk mengetahui apakah ada pekerjaan untuk Anda”

herpes simplek


DEFINISI.
Herpes yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) adalah sejenis penyakit yang menjangkiti mulut, kulit, dan alat kelamin. Penyakit ini menyebabkan kulit melepuh dan terasa sakit pada otot di sekitar daerah yang terjangkit. Hingga saat ini, penyakit ini masih belum dapat disembuhkan, tetapi dapat diperpendek masa kambuhnya.

Herpes.
Herpes Simpleks pada bayi baru lahri merupakan suatu infeksi virus yang serius, yang menyerang organ utama (otak, hati, paru-paru) dan seringkali menyebabkan kerusakan yang permanen atau kematian. Infeksi bisa terjadi sebelum atau setelah bayi lahir.Ibu dari bayi biasanya tidak menyadari bahwa dia menderita herpes simpleks dan tidak menunjukkan gejala-gejalanya.
PENYEBAB.
Penyebabnya adalah virus herpes simpleks.
PROGNOSIS.
Tanpa pengobatan, 85% bayi dengan penyakit yang menyebar akan meninggal. Jika penyakitnya terbatas pada kulit, mata dan mulut, jarang terjadi kematian; tetapi 30% diantaranya mengalami kerusakan otak atau saraf yang baru muncul pada saat usia anak mencapai 2-3 tahun.
Terserang Herpes Genitalis
Di bagian vagina terasa gatal-gatal, perih dan ada bintilbintil kecil yang melepuh. Hal seperti itu mulai ia rasakan setelah setahun menikah. ''Suami saya kadang merasakan gatal-gatal dan ada bintil-bintil yang berair dan memecah pada kelaminnya,'' kata Tini. Itu
terjadi sebelum Tini mengalami masalahnya. Setelah periksa ke dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin, Tini dan suaminya dinyatakan terkena penyakit Herpes genitalis.
Apa sesungguhnya herpes pada kelamin itu? Dr Sunardi Radiono SpKK dari SMF Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito/FK UGM, menjelaskan, Herpes genitalis adalah suatu penyakit disebabkan oleh virus herpes simpleks utamanya secara alamiah tipe 2 (HSV-2). Tetapi oleh karena perilaku seksual manusia macam-macam, seperti oral seks, bisa juga karena infeksi herpes simpleks tipe 1 (HSV-1).
Kambuh lagi
Antara HSV-1 dan HSV-2 secara klinis tidak berbeda, kecuali tingkat kekambuhan. HSV-2 umumnya mengenai pasien dewasa seksual aktif. Tanda-tandanya pada alat genital alias kelamin. Pada perempuan bisa peradangan dari selaput lendir vagina sampai vulva, juga pada kulit di sekitar genitalia. Itu pada waktu pertama kali terkena (primernya), muncul lepuh-lepuh kecil, mudah terbuka/erosi sehingga menjadi seperti koreng kecil-kecil, merasakan gatal dari ringan sampai pedih/sakit, keputihan. Sedangkan pada laki-laki bintil-bintil kecil dan memecah dan berair seperti koreng kecil-kecil. Ini kalau pertama kali terkena. Kalau serangan ulang disebut herpes genitalis recurrent umumnya terbatas yang terkena, satu sisi saja yang kena, jumlahnya bintil-bintilnya sedikit, tapi sering kambuh.
HSV-1 normatif menyebabkan herpes simpleks labialis atau parsialis yang mengenai daerah bibir atau muka. Infeksi primer pada HSV-1 biasanya terjadi pada anak-anak (bayi sampai tujuh bayi) muncul seperti gomen. Dalam waktu 10 hari, penyakit itu sembuh. Untuk membuktikannya, kata Sunardi, perlu pemeriksaan laboratorium. ''Suatu saat setelah dia dewasa bisa kambuh sebagai herpes simpleks labialis,'' katanya.
Penyakit herpes genitalis bisa dialami oleh orang di seluruh dunia, dengan perilaku seksual yang hampir sama. Umumnya penderita atau partnernya pernah mempunyai riwayat berhubungan seks dengan pasangan di luar nikah. Laki-laki yang tidak sunat, lebih berisiko terkena penyakit herpes genitalis. Pasalnya, selaput lendirnya tipis. ''Kalau sudah disunat selaput lendirnya tebal, menjadi kulit biasa, sehingga relatif lebih sulit tertular,'' jelas Sunardi. Pernah diteliti di negara lain, penduduk dewasa kota-kota besar di dunia yang positif pernah kontak dengan HSV-2 lebih dari 80 persen. Di Indonesia penduduk dewasa kota yang positif pernah kontak dengan HSV-2 di bawah 60 persen. Namun, jumlah mereka yang sampai jatuh sakit sedikit. ''Biasanya yang sampai tidak sakit itu ada indikasi kehidupan seksualnya lebih baik,'' kata Sunardi lagi.
Mengancam bayi
Herpes genitalis yang disebabkan karena HSV-2 cenderung mudah kambuhdan kekambuhan ini sangat variatif. Menurut Sunardi, umumnya jika orang yang terkena herpes kelelahan secara fisik atau secara mental, terlalu banyak kegiatan di tempat terbuka atau kena sinar matahari berlebihan, maka ia mudah kambuh. Lain halnya dengan HSV-1. Kekambuhannya jarang dan makin ringan penyakitnya, cenderung tidak mudah kambuh.
Jika herpes genitalis mengenai seorang ibu, dan pada saat persalinan sedang kambuh, berisiko menular ke bayi yang dilahirkan ketika proses persalinan. Bayi yang terkena HSV-2 akibatnya macam-macam, antara lain: radang pada mata, dan kalau berat bisa radang otak (ensefalitis), erupsi kulit yang menyeluruh. Hal ini yang bisa mengancam jiwa si bayi, sekitar 50 persen menyebabkan kematian. HSV-2 ini ditularkan melalui hubungan seks. Karena itu pada ibu yang mendekati proses persalinan dan menderita atau sedang kambuh herpes genitalis, harus segera diobati. Kalau herpes genitalisnya tidak sedang kambuh, risiko penularan dari ibu ke bayi kecil. ''Di Indonesia kasus HSV-2 pada bayi jarang, tetapi pada orang dewasa cukup banyak. Apalagi yang
perilakunya macam-macam,''tuturnya.
Bila seseorang terkena herpes genitalis ini persoalannya lebih banyak ke persoalan sosial, terutama bila sering kambuh, karena bisa mengganggu hubungan suami istri. Bila suami genitalnya sering sakit, lecet, lama-lama istrinya akan stress. Pengobatannya, setiap kali kambuh memerlukan waktu penyembuhan sekitar 5-10 hari.
Untuk mencegah supaya tidak sering kambuh antara lain: gaya hidup sehat, jika pasangan ingin punya anak dengan aman, kebetulan mereka terkena herpes genitalis serta kambuh-kambuh terus, bisa ditekan dengan pengobatan supresif (diobati dalam waktu yang lama) sekitar 6-9 bulan. Namun, kata Sunardi, umumnya setelah terapi dihentikan penyakit itu bisa kambuh lagi. Karena itu bila setelah selesai terapi supresif, kemudian misalnya enam bulan kambuh lagi, maka dia harus melakukan pengobatan lagi, tetapi tidak perlu terapi terus menerus. ''Pada saat merasa mau kambuh langsung diobati,'' tambahnya. (nri ) Minggu, 22 Januari 2006 Herpes HSV2  Kalau cacar air setiap orang harus kena, naah keluarganya lagi namanya herpes zoster itu kenanya selalu bisa dipunggung sebelah kiri atau kanan. Katanya dari virus cacar air bisa bermanifestasi menjadi cacar zoster. Nah cacar zoster (kadang orang bilang cacar ular) bisa tertular dari udara, handuk, dan lain-lain itu ruam lepuh di punggung depan atau belakang. Kalau sudah sembuh itu virus masih tinggal di tubuh kita bersembunyi di saraf atau tendon(CMIIW). Nanti kalau tubuh kita lemah itu bisa berulang muncul lagi.
Kalau HSV dibagi dua yaitu HSV 1 (di mulut atau pinggang ke atas) dan HSV 2 (pinggang ke bawah). HSV 1 seperti sariawan di mulut bibir dan lain sebagainya ini juga ruam lepuh, kalau sudah sembuh tapi tidak  sembuh total itu virus juga diam di tubuh dan bisa tinggal ditubuh, sewaktu-waktu kalau tubuh lemah bisa muncul lagi.
Nah yang ini HSV2 (herpes genitalis) katanya tidak bisa tertular melalui udara yang pasti tertular karena berhubungan sex, bisa muncul di vagina, dubur, selangkangan kaki. Ini juga tidak bisa sembuh. Kalau untuk laki-laki bisa terlihat tapi untuk perempuan tidak kelihatan. Untuk suami hati-hati kalau mau jajan, kalau sekali kena herpes tidak akan sembuh seumur hidup menderita malahan akan menularkan ke istri, karena untuk wanita kalau kena tidak terlihat dari luar. Terus kata dokter makanan yang baik yaitu yang mengandung lisin, seperti telur dan ikan (CMIIW), brokoli juga bagus. Yang pengobatan tradisionalnya tahu [Snd]
Dulu ketika akan program hamil, sempatkan juga periksa TORCH, dan salah satu hasilnya HSV Igg & IGM nya juga positif walaupun sedikit. Kok bisa kena herpes? Padahal berdua tahu dan saling mengenal serta percaya sekali dengan kebersihan kami dalam menjaga diri, Sehingga hal ini tidak menjadikan kami saling tuding. Ternyata Herpes yang dalam pemeriksaan TORCH itu bukanlah sejenis herpes yang akibat dari hubungan bebas suami istri, karena memang tidak pernah merasakan ada keluhan apapun dalam organ intim. Ternyata herpes tersebut kumannya berasal dari kebersihan keadaaan kita ketika berhubungan suami istri. Biasanya akibatnya karena Oral Sex, karena kadang mulut tidak dalam keadaan bersih, serta gigi berlubang & rusak.
Memang TORCH tidak bisa sembuh total, tapi bisa dikalahkan dengan mempertahankan kesehatan tubuh kita. Di kasih obatnya warna putih ada gambar kuda di tabletnya (ACYCLOFIR). Karena memang bukan herpes yang akibat hubungan bebas [Slv] maka tidak perlu dikwatirkan.
Penyakit Cacar atau yang disebut sebagai 'Herpes' oleh kalangan medis adalah penyakit radang kulit yang ditandai dengan pembentukan gelembung-gelembung berisi air secara berkelompok. Penyakit Cacar atau Herpes ini ada 2 macam golongan, Herpes Genetalis dan Herpes Zoster.
Herpes Genetalis adalah infeksi atau peradangan (gelembung lecet) pada kulit terutama dibagian kelamin (vagina, penis, termasuk dipintu dubur/anus serta pantat dan pangkal paha/selangkangan) yang disebabkan virus herpes simplex (VHS), Sedangkan Herpes Zoster atau dengan nama lain 'shingles' adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh virus varicella-zoster yang menimbulkan gelembung cairan hampir pada bagian seluruh tubuh.
Herpes zoster juga dikatakan penyakit infeksi pada kulit yang merupakan lanjutan dari pada chickenpox (cacar air) karena virus yang menyerang adalah sama, Hanya terdapat perbedaan dengan cacar air. Herpes zoster memiliki ciri cacar gelembung yang lebih besar dan berkelompok pada bagian tertentu di badan, bisa di bagian punggung, dahi atau dada.

Cara Penularan Penyakit Cacar (Herpes)
Secara umum, seluruh jenis penyakit herpes dapat menular melalui kontak langsung. Namun pada herpes zoster, seperti yang terjadi pada penyakit cacar (chickenpox), proses penularan bisa melalui bersin, batuk, pakaian yang tercemar dan sentuhan ke atas gelembung/lepuh yang pecah. Pada penyakit Herpes Genitalis (genetalia), penularan terjadi melalui prilaku sex. Sehingga penyakit Herpes genetalis ini kadang diderita dibagian mulut akibat oral sex. Gejalanya akan timbul dalam masa 7-21 hari setelah seseorang mengalami kontak (terserang) virus varicella-zoster.
Seseorang yang pernah mengalami cacar air dan kemudian sembuh, sebenarnya virus tidak 100% hilang dari dalam tubuhnya, melainkan bersembunyi di dalam sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris penderita. Ketika daya tahan tubuh (Immun) melemah, virus akan kembali menyerang dalam bentuk Herpes zoster dimana gejala yang ditimbulkan sama dengan penyakit cacar air (chickenpox). Bagi seseorang yang belum pernah mengalami cacar air, apabila terserang virus varicella-zoster maka tidak langsung mengalami penyakit herpes zoster akan tetapi mengalami cacar air terlebih dahulu.
Tanda dan Gejala Penyakit Cacar (Herpes) Tanda dan gejala yang timbul akibat serangan virus herpes secara umum adalah demam, menggigil, sesak napas, nyeri dipersendian atau pegal di satu bagian rubuh, munculnya bintik kemerahan pada kulit yang akhirnya membentuk sebuah gelembung cair. Keluhan lain yang kadang dirasakan penderita adalah sakit perut.
Penanganan dan Pengobatan Penyakit Cacar (Herpes) Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain (infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak mandi, karena bisa menimbulkan shock.
Pada kondisi serius dimana daya tahan tubuh sesorang sangat lemah, penderita penyakit cacar (herpes) sebaiknya mendapatkan pengobatan terapy infus (IV) Acyclovir. Sebagai upaya pencegahan sebaiknya seseorang mendapatkan imunisasi vaksin varisela zoster. Pada anak sehat usia 1 - 12 tahun diberikan satu kali. Imunasasi dapat diberikan satu kali lagi pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 60% - 80%. Setelah itu, untuk menyempurnakannya, berikan imunisasi sekali lagi saat dewasa. Kekebalan yang didapat ini bisa bertahan sampai 10 tahun.
GEJALA.
Gejala biasanya mulai muncul pada minggu pertama sampai minggu kedua.
Ruam kulit terbentuk sebagai lepuhan kecil berisi cairan, tetapi 45% bayi yang menderita herpes tidak memiliki ruam ini.
Jika tidak segera diobati, akan timbul gejala yang lebih serius dalam waktu 7-10 hari:
- suhu tubuh yang turun-naik
- kejang akibat infeksi otak
- otot yang kendur
- gangguan pernafasan
- peradangan hati (hepatitis)
- pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah yang menyebar.

DIAGNOSA.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya lepuhan berisi cairan. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pembiakan terhadap contoh cairan dari lepuhan.
Virus juga dapat ditemukan dalam air kemih, lendir dari kelopak mata atau hidung, carah atau cairan serebrospinal.
PENGOBATAN.
Penanganan dan Pengobatan Penyakit Cacar (Herpes)
Pada penderita penyakit cacar hal yang terpenting adalah menjaga gelembung cairan tidak pecah agar tidak meninggalkan bekas dan menjadi jalan masuk bagi kuman lain (infeksi sekunder), antara lain dengan pemberian bedak talek yang membantu melicinkan kulit. Penderita apabila tidak tahan dengan kondisi hawa dingin dianjurkan untuk tidak mandi, karena bisa menimbulkan shock.
Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk mengurangi keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol. Pemberian Acyclovir tablet (Desciclovir, famciclovir, valacyclovir, dan penciclovir) sebagai antiviral bertujuan untuk mengurangi demam, nyeri, komplikasi serta melindungi seseorang dari ketidakmampuan daya tahan tubuh melawan virus herpes. Sebaiknya pemberian obat Acyclovir saat timbulnya rasa nyeri atau rasa panas membakar pada kulit, tidak perlu menunggu munculnya gelembung cairan (blisters).
Pada kondisi serius dimana daya tahan tubuh sesorang sangat lemah, penderita penyakit cacar (herpes) sebaiknya mendapatkan pengobatan terapy infus (IV) Acyclovir. Sebagai upaya pencegahan sebaiknya seseorang mendapatkan imunisasi vaksin varisela zoster. Pada anak sehat usia 1 - 12 tahun diberikan satu kali. Imunasasi dapat diberikan satu kali lagi pada masa pubertas untuk memantapkan kekebalan menjadi 60% - 80%. Setelah itu, untuk menyempurnakannya, berikan imunisasi sekali lagi saat dewasa. Kekebalan yang didapat ini bisa bertahan sampai 10 tahun.
Obat anti-virus asiklovir(acyclovir) diberikan melalui infus.
Infeksi mata juga diobati dengan tetes mata atau salep trifluridin dan salep idoksuridin. Obat-obatan yang diberikan pada penderita penyakit cacar ditujukan untuk mengurangi keluhan gejala yang ada seperti nyeri dan demam, misalnya diberikan paracetamol. Pemberian Acyclovir tablet (Desciclovir, famciclovir, valacyclovir, dan penciclovir) sebagai antiviral bertujuan untuk mengurangi demam, nyeri, komplikasi serta melindungi seseorang dari ketidakmampuan daya tahan tubuh melawan virus herpes. Sebaiknya pemberian obat Acyclovir saat timbulnya rasa nyeri atau rasa panas membakar pada kulit, tidak perlu menunggu munculnya gelembung cairan (blisters).
Tanda dan Gejala Penyakit Cacar (Herpes) Tanda dan gejala yang timbul akibat serangan virus herpes secara umum adalah demam, menggigil, sesak napas, nyeri dipersendian atau pegal di satu bagian rubuh, munculnya bintik kemerahan pada kulit yang akhirnya membentuk sebuah gelembung cair. Keluhan lain yang kadang dirasakan penderita adalah sakit perut.

PENGGUNAAN TABLET ACYCLOVIR PADA INFEKSI HERPES SIMPLEX VIRUS (HSV) 
Herpes adalah infeksi virus pada kulit. Herpes Simplex Virus merupakan salah satu virus yang menyebabkan penyakit herpes pada manusia. Tercatat ada tujuh jenis virus yang dapat menyebabkan penyakit herpes pada manusia, yaitu Herpes Simplex Virus, Varizolla Zoster Virus (VZV), Cytomegalovirus (CMV), Epstein-Barr Virus (EBV), dan Human Herpes Virus tipe 6 (HHV-6), tipe 7 (HHV-7), tipe 8 (HHV-8). Semua virus herpes memiliki ukuran dan morfologi yang sama dan semuanya melakukan replikasi pada inti sel. Herpes Simplex Virus sendiri dibagi menjadi dua tipe, yaitu Herpes Simplex Virus tipe 1 (HSV-1) yang menyebabkan infeksi pada mulut, mata, dan wajah dan Herpes Simplex Virus tipe 2 (HSV-2) yang menyebabkan infeksi pada alat kelamin (genital). Tetapi, bagaimanapun kedua tipe virus tersebut dapat menyebabkan penyakit dibagian tubuh manapun. HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata. HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa alat kelamin. Infeksi pada vagina terlihat seperti bercak dengan luka. Pada pasien mungkin muncul iritasi, penurunan kesadaran yang disertai pusing, dan kekuningan pada kulit (jaundice) dan kesulitan bernapas atau kejang. Lesi biasanya hilang dalam 2 minggu. infeksi . Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul, meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan pembentukan keropeng atau kerak (scab). Setelah infeksi pertama, HSV memiliki kemampuan yang unik untuk bermigrasi sampai pada saraf sensorik tepi menuju spinal ganglia, dan berdormansi sampai diaktifasi kembali. Pengaktifan virus yang berdormansi tersebut dapat disebabkan penurunan daya tahan tubuh, stress, depresi, alergi pada makanan, demam, trauma pada mukosa genital, menstruasi, kurang tidur, dan sinar ultraviolet.
 Sasaran terapi
Sasaran terapi acyclovir adalah Herpes Simplex Virus (HSV).
 Tujuan terapi
Tujuan terapi acyclovir adalah mencegah dan mengobati infeksi Herpes Simplex Virus (HSV), menyembuhkan gejala yang muncul, seperti kemerahan (eritema), gelembung-gelembung berisi cairan, keropeng atau kerak.
 Strategi terapi
Strategi terapi farmakologis (terapi dengan obat) dalam pengobatan penyakit herpes adalah dengan menggunakan obat-obat antivirus. Pengobatan baku untuk herpes adalah dengan acyclovir, valacyclovir, famcyclovir, dan pencyclovir yang dapat diberikan dalam bentuk krim, pil atau secara intravena (infus) untuk kasus yang lebih parah. Semua obat ini paling berhasil apabila dimulai dalam tiga hari pertama setelah rasa nyeri akibat herpes mulai terasa. Semua antivirus yang digunakan pada infeksi Herpes Simplex Virus (HSV) bekerja dengan menghambat polimerase DNA virus. Acyclovir, ganciclovir, famciclovir, dan valacyclovir secara selektif di fosforilasi menjadi bentuk monofosfat pada sel yang terinfeksi virus. Bentuk monofosfat tersebut selanjutnya akan diubah oleh enzym seluler menjadi bentuk trifosfat, yang akan menyatu dengan rantai DNA virus. Acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir terbukti efektif dalam memperpendek durasi dari gejala dan lesi.
Ayclovir : merupakan agen yang paling banyak digunakan pada infeksi herpes simplex virus, tersedia dalam bentuk sediaan intravena, oral, dan topikal.
Ganciclovir : mempunyai aktivitas terhadap herpes simplex virus tipe 1 dan 2, tetapi lebih toksik daripada acyclovir, famciclovir, dan valacyclovir, karena itu tidak direkomendasikan untuk pengobatan herpes.
Famciclovir : merupakan prodrug dari penciclovir yang secara klinis efektif dalam mengobati herpes simplex virus tipe 1 dan 2.
Valacyclovir : merupakan valyl ester dari acyclovir dan memiliki bioavailabilitas yang lebih besar daripada acyclovir.
Obat Pilihan
Nama Generik
Acyclovir
 Nama Dagang
Clinovir (Pharos)


Indikasi
Untuk mengobati genital Herpes Simplex Virus, herpes labialis, herpes zoster, HSV encephalitis, neonatal HSV, mukokutan HSV pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah (immunocompromised), varicella-zoster.
 Kontraindikasi
Hipersensitifitas pada acyclovir, valacyclovir, atau komponen lain dari formula.
 Bentuk Sediaan
Tablet 200 mg, 400 mg.
 Dosis dan Aturan Pakai
Pengobatan herpes simplex: 200 mg (400 mg pada pasien yang memiliki respon imun yang diperlemah/immunocompromised atau bila ada gangguan absorbsi) 5 kali sehari, selama 5 hari. Untuk anak dibawah 2 tahun diberikan setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun diberikan dosis dewasa.
Pencegahan herpes simplex kambuhan, 200 mg 4 kali sehari atau 400 mg 2 kali sehari, dapat diturunkan menjadi 200 mg 2atau 3 kali sehari dan interupsi setiap 6-12 bulan.
Pencegahan herpes simplex pada pasien immunocompromised, 200-400 mg 4 kali sehari. Anak dibawah 2 tahun setengah dosis dewasa. Diatas 2 tahun dosis sama dengan dosis orang dewasa.
 Efek Samping
Pada sistem saraf pusat dilaporakan terjadi malaise (perasaan tidak nyaman) sekitar 12% dan sakit kepala (2%).pada system pencernaan (gastrointestinal) dilaporkan terjadi mual (2-5%), muntah (3%) dan diare (2-3%).
Resiko Khusus
Penggunaan Acyclovir pada wanita hamil masuk dalam kategori B. Efek teratogenik dari Acyclovir tidak diteliti pada studi dengan hewan percobaan. Acyclovir terbukti dapat melewati plasenta manusia.Tidak ada penelitian yang cukup dan terkontrol pada wanita hamil. pada tahun 1984-1999 diadakan pendaftaran bagi wanita hamil, dan dari hasil yang terlihat tidak ada peningkatan kelahiran bayi yang cacat karena penggunaan Acyclovir . tetapi karena tidak semua wanita hamil mendaftarkan diri dan kurangnya data dalam jangka waktu yang panjang, maka direkomendasikan penggunaan acyclovir untuk wanita hamil disertai peringatan dan diberikan jika benar-benar-benar diperlukan. Acyclovir juga dapat masuk ke dalam air susu ibu, karena itu penggunaan pada ibu menyusui harus disertai peringatan.

PENANGANAN MASALAH GIZI REMAJA


A.    Masalah gizi remaja

1.      Obesitas

Walaupun kebutuhan energi dan zat-zat gizi lebih besar pada remaja daripada dewasa, tetapi ada sebagian remaja yang makannya terlalu banyak melebihi kebutuhannya sehingga menjadi gemuk. Aktif berolah raga dan melakukan pengaturan makan adalah cara untuk menurunkan berat badan. Diet tinggi serat sangat sesuai untuk para remaja yang sedang melakukan penurunan berat badan. Pada umumnya makanan yang serat tinggi mengandung sedikit energi, dengan demikian dapat membantu menurunkan berat badan, disamping itu serat dapat menimbulkan rasa kenyang sehingga dapat menghindari ngemil makanan/kue-kue.

2.      Kurang Energi Kronis

Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis tidak selalu berupa akibat terlalu banyak olah raga atau aktivitas fisik. Pada umumnya adalah karena makan terlalu sedikit. Remaja perempuan yang menurunkan berat badan secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang lawan jenis kurang seksi.

3.      Anemia

Anemia karena kurang zat besi adalah masalah yang paling umum dijumpai terutama pada perempuan. Zat besi diperlukan untuk membentuk sel-sel darah merah, dikonversi menjadi hemoglobin, beredar ke seluruh jaringan tubuh, berfungsi sebagai pembawa oksigen.
Remaja perempuan membutuhkan lebih banyak zat besi daripada laki-laki. Agar zat besi yang diabsorbsi lebih banyak tersedia oleh tubuh, maka diperlukan bahan makanan yang berkualitas tinggi. Seperti pada daging, hati, ikan, ayam, selain itu bahan maknan yang tinggi vitamin C membantu penyerapan zat besi.

B.     Penanganan gizi remaja

1.      Obesitas
a.      Modifikasi diet
Penanganan obesitas mempunyai beberapa cara tatalaksana diet. Bila anak berumur >7 tahun, IMT pada 85-95 persentil, tanpa penyakit penyerta, maka direkomendasikan untuk mempertahankan berat badan dalam jangka waktu yang lama untuk merubah IMT, tetapi bila mempunyai penyakit penyerta maka berat badannya harus diturunkan. Sedangkan pada anak > 7 tahun dengan nilai IMTnya > 95 persentil, mempunyai maupun tidak mempunyai penyakit penyerta, maka kelebihan berat badan anak tersebut harus diturunkan secara bertahap.

Diet dengan kalori sangat rendah
Diet ini diterapkan pada anak dan remaja yang obesitas yang disertai penyakit penyerta dan tidak memberkan respons terhadap anjuran diet diatas. Tujuan pemberian diet sangat rendah kalori ini adalah jika berat badannya >140% BB ideal (superobes). Protein hewani dianjurkan dikonsumsi 1,5-2,5 g/kg BB ideal, minum lebih dari 1,5 L cairan per hari, suplementasi vitamin dan mineral. Diet ini hanya boleh diterapkan selama 12 minggu dengan pengawasan dokter. Pemberian diet cara ini mempunyai efek samping yaitu: terbentuknya batu empedu, diare, kekurangan protein, tekanan darah rendah.

b.      Latihan fisik
Latihan fisik dimaksudkan untuk mengurangi gaya hidup sedentari dan meningkatkan penggunaan energi untuk mengeluarkan kalori., meningkatkan masa muskuler, dan membantu mengkontrol berat badan. Latihan fisik perlu dilakukan secara teratur, selama 30-60 menit per hari. Latihan fisik saja jarang membawa keberhasilan dalam menurunkan berat badan, tetapi lathan fisik dikombinasikan dengan diet dapat merupakan cara untuk meningkatkan gaya hidup sehat dan rasa harga diri.
2.      Anemia
a.      Promosi atau kampanye
Promosi atau ,kampanye tentang anemia kepada masyarakat luas, ditunjang dengan kegiatan penyuluhan kelompok serta konseling yang ditujukan secara langsung pada Remaja Putri/Wanita melalui wadah yang sudah ada di masyarakat seperti sekolah, pesantren, tempat kerja (formal/informal), organisasi dan LSM bidang kepemudaan, kesehatan, keagamaan dan wanita.

Anjuran konsumsi makanan kaya besi dilaksanakan dengan mengacu pada gizi seimbang, diikuti dengan pembinaan kantin di sekolah atau penjaja makanan di sekitar remaja/wanita berkumpul.

3.      Kurang Energi Kronis (KEK)
a.      Pencegahan KEK
Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali.

b.      Penanganan KEK
Meningkatkan program penyuluhan tentang gizi seimbang dan bagi remaja lebih meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung sumber zat besi seperti sayuran hijau potein hewani(susu, daging,telur) dan penambahan suplemen zat besi sebaiknya juga memperhatikan gizi dan pola makan sehari-harinya