HEMORRHOID


A.    PENGERTIAN
Hemorrhoid adalah pembengkakan atau distensi vena di daerah anorektal. Sering terjadi namun kurang diperhatikan kecuali kalau sudah menimbulkan nyeri dan perdarahan. Literatur lain menyebutkan bahwa hemorrhoid adalah varices vena eksternal dan / atau internal dari kanal anus yang disebabkan oleh adanya tekanan pada vena-vena anorektal.
1.      Hemorrhoid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoridalis yang tidak merupakan keadaan patologik
2.      Apabila menyebabkan keluhan atau penyulit perlu diberikan tindakan
B.     ETIOLOGI
1.      Kehamilan
2.      Konstipasi (karena diit rendah serat atau rering menahan buang air besar)
3.      Mengangkat benda berat
4.      Berdiri atau duduk yang lama.
5.      Hipertensi portal
C.     PATHOFISIOLOGI
Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus, karena vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu menahan beban, namun bila distensi terjadi terus menerus akan timbul gangguan.
Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena adalah peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan peningkatan tekanan vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian akan ditransmisi ke daerah anorektal. Elevasi tekanan yang berulang-ulang akan mendorong vena terpisah dari otot disekitarnya sehingga vena mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya elevasi yang berulang antara lain adalah obstipasi / konstipasi, kehamilan dan hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi trombus atau terjadi  perdarahan.
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik
Klasifikasi hemorrhoid:
1.      Hemorrhoid interna
Tidak dapat dilihat melalui inspeksi perianal, terletak di atas spincter ani.
adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa
Merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah
Terdapat pada 3 posisi primer yaitu kanan depan, kanan belakang dan kiri lateral
       
Derajat hemorrhoid interna
HEMOROID INTERNA
Derajat
Berdarah
Menonjol
Reposisi
I
+
-
-
II
+
+
Spontan
III
+
+
Manual
IV
+
Tetap
Tidak dapat




2.      Hemorrhoid externa
Terletak di bawah spincter ani, sehingga dengan jelas dapat dilihat melalui inspeksi pada anus.
Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus
Hemorrhoid ekterna yang mengalami trombosis
a.       Merupakan trombosis vena hemorhoidalis eksterna
b.      Terjadi karena tekanan tinggi di vena tersebut akibat mengangkat barang berat, batuk, bersin, mengedan atau partus
c.       Ditandai dengan adanya benjolan di bawah kulit kanalis analis yang nyeri sekali, tegang, berwarna kebiru – biruan, berukuran beberapa milimeter sampai 1 – 2 cm. dapat unilobular atau bebrapa benjolan. Ruptur dapat erjadi pada dinding vena
d.      Pada awal sangat nyeri kemudian berkurang dalam waktu 2 – 3 hari. Ruptur spontan dapat diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan  dapat terjadi tanpa terapi setelah 2 – 4 hari
Faktor predisposisi
a.       Mengedan saat defekasi
b.      Konstipasi menahun
c.       Kehamilan
d.      Obesitas
e.       Beberapa faktor etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroma uteri, dan tumor rectum.



D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Perdarahan; merupakan tanda pertama hemorrhoid interna akibat trauma oleh feces yang keras. Warna darah merah segar dan tak bercampur dengan feces, segaris atau menetes. Akibat perdarahan yang berulang dapat menyebabkan anemia.
2.      Penonjolan/prolaps akibat pembesaran hemorroid secara perlahan, pada awalnya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium lanjut prolaps perlu didorong agar kembali masuk ke anus.
3.      Pada tahap lanjut prolaps menetap dan tidak dapat didorong lagi
ciri – ciri prolaps menetap:
a.       keluar mukus dan terdapat feces pada bagian dalam
b.      terdapat iritasi kulit perianal yg menimbulkan gatal atau pruritus anus, disebabkan oleh karena kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus
c.       Nyeri timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udema dan radang
E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Colok dubur
2.      Anuskopi/rectoscopy
3.      Proktosigmoidoscopi, untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau keganasan
4.      Pemeriksaan feces terhadap adanya darah samar
F.      PENATALAKSANAAN
1.      Tujuannya untuk menghilangkan keluhan
2.      Hemorhoid derajat I dan II dapat ditolong dengan tindakan lokal sederhana disertai nasehat tentang makan (sebaiknya makanan berserat tinggi)
3.      Suppositoria dan salep anus untuk efek anestetik dan astrigen
4.      Hemorrhoid interna yang mengalami prolaps dapat dimasukkan kembali secara perlahan dan disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan
5.      Rendam duduk dengan cairan hangat dapat meringankan nyeri
6.      Bila penyakit radang usus yang mendasari terapi medik harus diberikan
7.      Skleroterapi : penyuntikan diberikan submukosa di dalam jaringan alveolar yang longgar dengan tujuan menimbulkan peradangan sterilàfibrotik & parut
8.      Ligasi dengan gelang karet untuk hemorrhoid besar atau prolaps
9.      Bedah beku/cryo surgery: hemorrhoid dibekukan dengan pendinginan suhu rendah
10.  Hemorodektomi: untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan hameroid derajat III dan IV atau penderita dengan perdarahan berulang dan anemia atau hemorrhoid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
G.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Konstipasi berhubungan dengan menahan bab akibat nyeri selama eliminasi
a.       Berikan dan anjurkan minum kurang lebih 2 liter perhari
b.      Berikan dan anjurkan makanan tinggi serat
c.       Berikan laxative sesuai program dokter
d.      Anjurkan pasien untuk segera BAB bila timbul keinginan untuk BAB
2.      Nyeri anal berhubungan dengan trombus vena hemoroidalis
Tujuan: nyeri berkurang sampai dengan hilang dengan kriteria
a.       Wajah pasien tampak tenang
b.      Tanda-tanda vital normal
c.       Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
d.      Pasien dapat istirahat tidur
Intervensi:
a.       Berikan posisi yang nyaman
b.      Berikan bantalan dibawah bokong saat duduk
c.       Berikan kompres dingin
d.      Observasi tanda-tanda vital
e.       Ajarkan teknik untuk mengurangi rasa nyeri seperti membaca, menonton, menarik nafas panjang, menggosok punggung, dan lain-lain.
f.       Pada nyeri awal berikan kompres dingin pada daerah anus 3 – 4 jam dilanjutkan dengan rendam duduk hangat 3 – 4 x/hari
g.      Pertahankan rendam duduk (sit bath) dengan larutan hangat, dengan larutan PK 2 x/hari. Sit bath 3 sampai 4 kali sehari
h.      Berikan diit tinggi serat dan hidrasi yang cukup
i.        Libatkan keluarga dalam memberikan rasa nyaman bagi pasien
j.        Jelaskan pada pasien tentang rasa nyeri yang dialaminya dan tentang tindakan dilakukan
k.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik, pelunak feces
Evaluasi: Nyeri berkurang sampai dengan hilang sesuai kriteria yang diharapkan.
3.      Resiko tinggi terjadi anemia berhubungan dengan perdarahan vena hemorrhoidalis
Tujuan : pasien akan terhindar dari anemia dengan kriteria:
a.       Konjungtiva merah muda
b.      Hb dalam batas normal
c.       Kapilary refill < 3 detik
Intervensi
a.       Monitor tingkat perdarahan pasien
b.      Observasi tanda-tanda vital
c.       Berikan diit tinggi kalori tinggi protein dan tinggi serat
d.      Ajarkan pasien teknik relaksasi pernafasan pada saat buang air besar
e.       Monitor tanda-tanda anemia: tampak lelah, tidak bersemangat, kulit pucat
f.       Bila anemia berat kolaborasi pemberian cairan dan transfusi
Evaluasi: Anemia tidak terjadi sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
4.      Cemas berhubungan dengan keterbatasan pengetahuan tentang tindakan operasi
Tujuan: cemas berkurang sampai dengan hilang dengan kriteria :
a.       Pasien terlihat tenang
b.      Pasien dapat mengulang kembali informasi yang diberikan
Intervensi :
a.       Kaji tingkat kecemasan yang dialami pasien
b.      Beri waktu buat pasien untuk mengungkapkan secara verbal kecemasannya
c.       Jelaskan pada pasien tentang tujuan dari tindakan operasi yang dialami
d.      Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan
e.       Dampingi pasien untuk pasrah dan berdoa kepada Tuhan
Evaluasi : Kecemasan pasien berkurang sampai dengan hilang sesuai dengan kriteria yang diharapkan.
5.      Retensi urine berhubungan dengan reflek spasme post operasi dan keakutan akan nyeri
a.       Berikan metode agar pasien mau BAK seperti berikan banyak minum, mendengarkan air mengalir, mengalirkan air pada meatus urinarius
b.      Monitor urine output

sumber: berbagai sumber

IBU HAMIL DENGAN HIPOTIROID


A.    Pengertian
Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang diakibatkan oleh kehilangan hormon tiroid. (Baradero,2009)
Hipotiroid adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan pada salah satu tingkat dari aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid, dengan akibat terjadinya defisiensi hormon tiroid dalam darah, ataupun gangguan respon jaringan terhadap hormon tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang abnormal rendahnya. Ada banyak kekacauan – kekacauan  yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-kakacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.
B.     Etiologi

1.      Hashimoto’s Tiroiditis
Adalah penyakit autoimun dimana system imun tubuh secara tidak memadai menyerang jaringan tiroid. Sebagian kondisi ini diperkirakan mempunyai suatu basis genetik.

2.      Lymphoctic Thiroiditis ( yang mungkin terjadi setelah hipertiroid  )
Thyiroiditis merujuk pada peradangan kelenjar tiroid. Ketika peradangan disebabkan  suatu tipe tertentu dari sel darah putih yang dikenal sebagai suatu lymphocyte, kondisinya di rujuk sebagai lymphoctic thiroiditis.


3.      Kekurangan Hormon Tiroid
Kebutuhan yodium bagi tubuh relatife sangat kecil, namun tetap harus terpenuhi. Kelenjar gondok ( tiroidea ) menghasilkan hormon tiroid yang prosesnya memerlukan unsure yodium. Sealin itu hormon tiroid, kelenjar gondok menghasilkan hormon pertumbuhan, sebagai pengatur metabolisme protein, lemak dan masih banyak fungsinya.
Pada ibu hamil jumlah yodium adalah 200 µg. dalam keaadan dimana  ibu hamil sudah mengalami gangguan tiroid sebelumnya akibat kekurangan yodium, maka kehamilan ini berakibat memperberat penyakit gangguan kelenjar tiroid tersebut.

4.      Terapi Radiasi
Radiasi yang digunakan untuk terapi kanker kepala dan leher dapat mempengeruhi kelenjar tiroid yang dapat menyebabkan hipotiroid.

C.     Manifestasi Klinis
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya :
1.      Cepat lelah,
2.      Suara serak,
3.      Warna kulit menjadi kekuringan terutama daerah periorbital, kulit rasa kering
4.      Rambut rontok,
5.      Gangguan tidur,
6.      Lamban bicara,
7.      Mudah lupa,
8.      Obstipasi
9.      Metabolisme rendah menyebabkan: bradikardia, tak tahan dingin, berat badan meningkat, & anoreksia.
10.  Psikologis: depresi. Reproduksi: oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat.

Keadaan klinis yang dapat ditentukan adalah gerakan janin yang jarang yaitu secara subyektif kurang dari 7 x per 20 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 x per 20 menit.
D.    Patofisiologi  
Pada kehamilan dengan hipotiroid, kebutuhan hormon tiroksin akan meningkat sehingga dapat terjadi hipotiroid. Hal ini mengakibatkan timbulnya mekanisme umpan balik (feedback mechanism) yang meningkatkan produksi TSH untuk merangsang pelepasan tiroksin pada kelenjar tiroid. Rangsangan TSH terus-menerus pada kelenjar tiroid yang tidak mendapat cukup suplai untuk produksi hormon tiroksin berakibat pada hiperplasia kelenjar tiroid. Akibat berulangnya episode hiperplasia, involusi dapat terjadi berbagai bentuk degenerasi seperti fibrosis, nekrosis, kalsifikasi pembentukan kista yang menampakkan diri sebagai struma nodosa. Penyebab hipotroid primer umumnya meliputi tiroiditis autoimun seperti tiroiditis Hashimotho’s, penyebab iatrogenik seperti radiasi atau pembedahan, hipotiroid kongenital, obat - obatan seperti lithium atau amiodaron, defisiensi yodium, dan penyakit-penyakit infiltratif. Hipotiroidisme sekunder dapat disebabkan oleh penyakit hipotalamus atau hipofisa (Sheehan disease).
Hipotiroidisme pada kehamilan berkaitan erat dengan perkembangan otak janin. Hal ini karena sebelum dilahirkan bayi sangat bergantung pada hormon tiroid dari ibunya sebelum kelenjar tiroid bayi dapat berfungsi. Karenanya kehamilan dengan hipotiroid dapat berakibat terjadinya retardasi mental. Pada ibu sendiri, hipotiroid meningkatkan kerja kelenjar tiroid. Sementara suplai yodium tidak mencukupi, maka terjadi hiperplasia kelenjar berulang. Akibatnya dapat timbul goiter atau struma nodulus dengan manifestasi berupa benjolan pada daerah leher (gondok). Manifestasi klinis dari hipotiroidisme seperti metabolisme menurun, obstipasi, lesu, anoreksia, BB meningkat, dapat berisiko terjadinya abortus, peningkatan tekanan darah & prematuritas.

F.      Efek pada ibu hamil
Hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh.
Penderita hipotiroid jarang terjadi hamil karena biasanya tidak terjadi ovulasi. Walaupun demikian, seorang cebol (cretin) dan penderita miksoedema dapat menjadi hamil. Biasanya kehamilan berakhir dengan abortus, sehingga tidak jarang wanita menderita abortus habitualis. Selain itu kemungkinan cacat bawaan dan cretinismus janin lebih besar. Diagnosis berdasarkan gejal-gejala klinis seperti pemebengkakan kulit di sekitar mata (non-pitting-oedema), kulit kering, lekas letih, suara serak dan lidah besar.

G.    Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan Fisik
Pada umumnya pemeriksaan hipotiroid, umumnya didapatkan benjolan (goiter). Hal–hal  yang dinilai adalah:
a.    Jumlah nodul                           : soliter atau multipel
b.   Konsistensi                              : lunak, kistik, keras, sangat keras
c.    Nyeri pada penekanan             : ada/tidak
d.   Pembesaran kelnjar getah bening di sekitar tiroid ada/tidak.
Diagnosa pasti didapatkan melalui pemeriksaan laboratorium TSHs & T4. Bila memungkinkan dapat pula dengan T3.
Didapatkan refleks tendon yang menurun. Pada pemeriksaan fisik kulit terasa kasar, kering, dan dingin. Suara agak serak, lidah tebal, tekanan darah agak tinggi, kadang-kadang terdengar ronkhi. Refleks fisiologis, daya pikir dan bicara agak lambat. Sering dijumpai retensi cairan pada jaringan longgar. Pada kondisi yang berat dapat timbul hipotermi, hipoventilasi, bradikardi, amenorea dan depresi.

2.      Laboratorium
Karakteristik pemeriksaan laboratorium pada hipotiroid adalah :
-          Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSH tinggi dan kadar T4 rendah.
-          Hipotiroidisme subklinis ditandai dengan kadar TSH dan T4 bebas yang tinggi,T3 dalam batas normal.
Untuk memastikan apakah ibu hamil mengalami hipotiorid atau tidak maka perlu dilakukan skrining laboratorium yaitu dengan melakukan pemeriksaan TSHs dan anti TPO.
H.    Masalah Keperawatan
1.      Kelelahan  
2.      Hipotermi
3.      Kerusakan  Ventilasi
4.      Cardiac  Output
5.       Konstipasi

I.    Intervensi
1.      MK : Kelelahan
Energi Management
-          Kaji kemampuan klien untuk beraktifitas
-          Rencanakan aktivitas klien mempunyai energy cukup
-          Berikan periode istirahat saat aktivitas
-          Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber energy
-          Bantu klien  memenuhi kebutuhan keperwatan diri

2.      MK : Hipotermi
Hipotermi treatment
-          Monitor suhu tubuh pasien
-          Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi seperti : fatigue, kelemahan, bingung, perubahan warna kulit.
-          Identifikasi factor penyebab hipotermi

3.      MK : Konstipasi
Management konstipasi
-          Monitor tanda dan gejala konstsipasi
-          Monitor perubahan BAB, frekuensi, konsistensi, bentuk, volume, dan warna
-          Monitor bising usus
-          Identivikasi faktor penyebab dan kontribusi konstipasi
-          Dukung intake cairan
-          Berikan enema/irigas
-          Instruksikan kepada pasien untuk memakan makanan berserat


:sumber: berbagai sumber